Powered By Blogger

Senin, 18 Oktober 2010

danau linau


DANAU Linau merupakan danau yang unik dan sering disebut danau tiga warna.  Danau ini terletak di Kelurahan Lahendong, Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon.

Disebut demikian karena bila terpancar sinar matahari, warna air di permukaannya bisa tampak kuning, hijau dan merah. Namun, warnanya kini sudah lebih dari tiga warna.
Tiga warna itu karena pengaruh warna belerang. Warnanya lebih dari tiga. Saat matahari tepat di atas permukaan danau, terlihat warna hijau tua, hijau muda, biru, kuning, orange dan putih. Hampir seperti warna-warna pelangi
Lokasi danau ini dulunya adalah kawah gunung berapi.
Menurut cerita turun temurun dari orang-orang tua di wilayah itu, danau ini dulunya kawah. Namun setelah proses alam ribuan tahun menjadi danau.


Luas danau sekitar 46 hektare dengan kedalaman mencapai 36 meter. 

Sabtu, 16 Oktober 2010

mt.karangetang

sejarah gunung karangetang adalah salah satu gunung aktif di dunia..gunung ini pernah meletus pada tahun 1675, gunung ini mengeluarkan lava pijarnya dengan sangat dahsyat. gunung ini juga sudah mengalami erupsi sebanyak 41 kali sejak tahun 1675 dan salah satu ciri khas dari gunung api ini, adalah gunung ini mungkin satu-satunya gunung didunia yang pernah di Baptis.

gunung ini di Baptis oleh salah satu Pendeta yang datang ke Siau untuk menyebarkan Injil ( misionaris),Pendeta tersebut adalah orang Belanda dan kemudian gunung ini diberi nama sesuai dengan nama Pendeta yang Membaptisnya , yaitu ( YOHANIS ). tapi kebanyakan orang di pulau Siau hanya mengetahui nama gunung tersebut " Karangetang" tapi nama yang sebenarnya adalah " Yohanis"

Salah satu keunikan dari gunung ini adalah, jika masyarakat yang ada di pulau siau melakukan pelanggaran maka gunung ini akan memberi tanda yang berupa suara gemuruh ataupun langsung mengeluarkan lava pijar.

Gunung ini diberi nama Karangetang , karena gunung ini merupakan gunung tertinggi di Kepulauan Sitaro juga di Kepl.Sangihe.



korban letusan gunung karangetang : Gunung Karangetang, salah satu gunung berapi Indonesia yang paling aktif meletus pada Jumat, 6 Agustus 2010. Peristiwa ini mengakibatkan sejumlah korban luka dan hilang. Gunung Karangetang yang terletak di Siau, Sulawesi Utara, ini memuntahkan lava dan abu panas hingga ratusan meter ke udara. Sedikitnya empat warga yang tinggal di lereng pegunungan hilang, kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono. Beberapa orang juga terluka parah. 

Terakhir, Gunung Karangetang menciptakan letusan besar pada Juli 2006. Letusan kala itu menyebabkan hampir 4.000 warga dari lima desa diungsikan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di jalur Cincin Api Pasific yaitu gugusan gunung berapi di wilayah Pasific. Jalur ini umumnya rawan letusan dan gempa vulkanik.





                                                     mt.karangetang



Jumat, 15 Oktober 2010


                                                               mt. mahawu



Gunung Mahawu adalah salah-satu gunung yang mengapit Kota Tomohon, dan disisi lainnya adalah Gunung Lokon. Sebagai Obyek Wisata Alam di Sulawesi Utara, Gunung Mahawu merupakan gunung berapi stratovolcano yang terletak di timur gunung berapi Gunung Lokon-Gunung Empung di Sulawesi Utara.
Gunung Mahawu memiliki lebar 180 m dan kedalaman kawah 140 m dengan dua kerucut Piroklastik di lereng utara.
Tahun 1994 terjadi letupan lumpur fumarol dan aktivitas geyser yang terjadi sepanjang danau kawah yang berwarna kehijau-hijauan
Mencapai lokasi ini dari Tomohon ke Rurukan. Kemudian berjalan kaki melalui jalan setapak yang melawati kebun kebun sayur dan akhirnya mencapai puncak (Ketinggian 1324mdpl), setelah melalui hutan yang rimbun dan indah dan kawasan kerucut kawah yang ditumbuhi rerumputan (ketinggian 1200 mdpl)
Menikmati matahari terbit (sunrise) di pagi buta yang terasa senyap dan diselimuti kabut tebal yang sangat dingin di puncak gunung Mahawu yang kadang-kadang diselingi dengan  tamparan angin membekukan sendi tulang perlahan lahan sirna menampakan langit  menjadi kebiruan dan nuansa hijau pepohonan yang menghiasi hutan sekitar gunung Mahawu.
CINTAILAH ALAM SEKITAR.

Dampak Reklamasi Pantai Manado

Reklamasi pantai Manado masih dikeluhkan warga Kota Manado, khususnya warga yang tinggal di pesisir pantai Manado. Mereka meminta pemerintah tetap membela kepentingan rakyat, dan memperjuangkan nasib para nelayan yang menggantungkan hidup di laut.
Pembangunan pertokoan di pesisir pantai Manado, yang hingga saat ini terus dilakukan pihak pengembang, dalam proyek reklamasi pantai, masih menuai protes warga. Sejumlah warga pesisir pantai yang ber-profesi nelayan, menyesalkan lanjutan reklamasi pantai Manado yang mengancam terputusnya mata pencaharian mereka di laut.

Bukan hanya nelayan dan warga pesisir yang menyesalkan reklamasi lanjutan di pantai Manado. Kalangan akademisi dan pemerhati lingkungan pun menyoroti proses reklamasi yang dinilai hanya meng-untungkan pihak pengembang, dan merugikan masyarakat.

Seperti diketahui sebelumnya, Pemerintah Kota Manado telah menjamin tidak akan ada lagi reklamasi di pantai Manado, namun hingga kini, kegiatan penimbunan pantai terus dilakukan di kawasan boulevard, megamas dan pesisir pantai Manado.

kalau tidak akan dicegah bisa-bisa laut akan ada sertifikat tanah,,
karena pembangunan..
jangan teruskan pembangunan yang merugikan rakyat..

sejarah tentang manado

Sejarah Manado


Kota Manado diperkirakan telah didiami sejak abad ke-16. Menurut sejarah, pada abad itu jugalah Kota Manado telah dikenal dan didatangi oleh orang-orang dari luar negeri. Nama "Manado" mulai digunakan pada tahun 1623 menggantikan nama "Wenang". Kata Manado sendiri berasal dari bahasa daerah Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti "di jauh". Pada tahun itu juga, tanah Minahasa-Manado mulai dikenal dan populer di antara orang-orang Eropa dengan hasil buminya. Hal tersebut tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah.

Tahun 1658, VOC membuat sebuah benteng di Manado. Sejarah juga mencatat bahwa salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, Pangeran Diponegoro pernah diasingkan ke Manado oleh pemerintah Belanda pada tahun 1830. Biologiwan Inggris Alfred Wallace juga pernah berkunjung ke Manado pada 1859 dan memuji keindahan kota ini.

Keberadaan kota Manado dimulai dari adanya besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 1 Juli 1919. Dengan besluit itu, Gewest Manado ditetapkan sebagai Staatsgemeente yang kemudian dilengkapi dengan alat-alatnya antara lain Dewan gemeente atau Gemeente Raad yang dikepalai oleh seorang Walikota (Burgemeester). Pada tahun 1951, Gemeente Manado menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa sesuai Surat Keputusan Gubernur Sulawesi tanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tanggal 17 April 1951, terbentuklah Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 14. Pada 1953 Daerah Bagian Kota Manado berubah statusnya menjadi Daerah Kota Manado sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42/1953 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 15/1954. Tahun 1957, Manado menjadi Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Tahun 1959, Kotapraja Manado ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959. Tahun 1965, Kotapraja Manado berubah status menjadi Kotamadya Manado, yang dipimpin oleh Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.

Hari jadi Kota Manado yang ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623, merupakan momentum yang mengemas tiga peristiwa bersejarah sekaligus yaitu tanggal 14 yang diambil dari peristiwa heroik yaitu peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946, dimana putra daerah ini bangkit dan menentang penjajahan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kemudian bulan Juli yang diambil dari unsur yuridis yaitu bulan Juli 1919, yaitu munculnya Besluit Gubernur Jenderal tentang penetapan Gewest Manado sebagai Staatgemeente dikeluarkan, dan tahun 1623 yang diambil dari unsur historis yaitu tahun dimana Kota Manado dikenal dan digunakan dalam surat-surat resmi. Berdasarkan ketiga peristiwa penting tersebut, maka tanggal 14 Juli 1989, Kota Manado merayakan HUT-nya yang ke-367. Dan sejak saat itu hingga sekarang tanggal tersebut terus dirayakan oleh masyarakat dan pemerintah Kota Manado sebagai hari jadi Kota Manado.

Kota ini juga pernah mengalami kerusakan berat karena peperangan yaitu ketika pada masa Perang Dunia II, dan ketika dibom kembali oleh TNI Angkatan Udara pada 1958 dalam upaya mengalahkan Permesta, sebuah gerakan pemberontakan yang menghendaki pemisahan dari Republik Indonesia.

salam lestari

cintailah alam dan sekitarnya

Rabu, 13 Oktober 2010

Pecinta Alam Weris Manado: Pengantar: Kisah hidup Hok Gie

Pecinta Alam Weris Manado: Pengantar: Kisah hidup Hok Gie

Pengantar: Kisah hidup Hok Gie

Ia mati muda, tapi di usianya yang relatif pendek itu, ia melakukan dan berbuat sesuatu yang luar biasa. Seluruh tulisan saya comot dari Majalah Femina.
hok-gie.jpgKetika Mira Lesmana dan Riri Riza menggarap film Gie, Soe Hok Gie, sudah 36 tahun terlelap dalam tidur abadinya. Buku hariannya Catatan Harian Seorang Demonstran sudah 10 tahun menghilang dari toko buku.

Wajar saja jika pertanyaan “Siapa Soe Hok Gie? akan dijawab orang berbeda-beda. Di mata mahasiswa ia adalah seorang demonstran tahun 60-an. Namun di mata pecinta alam dia adalah anak Mapala UI (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia) yang tewas di Semeru tahun 1969.



MELAMUN DI ATAS GENTING
“Gila! Umur 14 tahun dia sudah baca bukunya Gandhi, Tagore (Rabindranath Tagore, filsuf India-Red). Saya mungkin perlu waktu 10 tahun untuk bisa mengejar, puji Nicholas Saputra tentang Gie.

“Saya sering mendapatinya asyik membaca di bangku panjang dekat dapur, kenang kakaknya, sosiolog Arief Budiman yang kini menetap di Australia. Kakak perempuannya Dien Pranata punya kenangan berbeda. Ketika anak-anak sebayanya asyik mengejar layangan, Gie malah nongkrong di atap genting rumah. “Matanya menerawang jauh, seperti mencoba menyelami buku-buku yang dibacanya.

Selain membaca, Gie juga suka menulis buku harian. Sejak usia 15 tahun, setiap hari, ia menulis apa saja yang dialaminya. Catatan harian pertamanya bertanggal 4 Maret 1957, ketika ia masih duduk di kelas 2 SMP Stada. Catatan terakhir bertanggal 10 Desember 1969, hanya seminggu sebelum kematiannya.


BERANI MENGKRITIK
Di zaman Gie, kampus menjadi ajang pertarungan kaum intelektual yang menentang atau mendukung pemerintahan Bung Karno. Sepanjang 1966-1969 Gie berperan aktif dalam berbagai demonstrasi. Uniknya ia tak pernah menjadi anggota KAMI, organisasi yang menjadi lokomotif politik angkatan 66.

Gie lebih banyak berjuang lewat tulisan. Kritiknya pada Orde Lama dan Presiden Soekarno digelar terbuka lewat diskusi maupun tulisan di media masa. Ketika pemerintahan Soekarno ditumbangkan gerakan mahasiswa Angkatan 66, Gie memilih menyepi ke puncak-puncak gunung ketimbang menjadi anggota DPR-GR.

Sebagai anak muda, walaupun suka mengkritik dan doyan menyendiri, Gie ternyata sangat “gaul. “Penampilannya, biasa aja. Tapi kenalannya orang berpangkat dan nama-nama beken. Saya tahu, karena sering ikut dia. Misalnya saat ambil honor tulisan di Kompas atau Sinar Harapan. Nggak terbayang dia bisa kenalan dengan penyair Taufik Ismail dan Goenawan Mohamad! “, kata Badil.


TEWAS DI PUNCAK SEMERU
“Saya selalu ingat kematian. Saya ingin ngobrol-ngobrol, pamit, sebelum ke Semeru, begitu penggalan catatan harian Gie, Senin, 8 Desember 1969. Seminggu setelah itu, ia bersama Anton Wiyana, A. Rahman, Freddy Lasut, Idhan Lubis, Herman Lantang, Rudy Badil, Aristides Katoppo berangkat ke Gunung Semeru.

Siapa mengira, itulah terakhir kalinya mereka mendaki bersama Gie. Tanggal 16 Desember 1969, sehari sebelum ulangtahunnya ke 27 Gie dan Idhan Lubis tewas saat turun dari puncak karena menghirup uap beracun. Herman Lantang yang berada di dekat Gie saat kejadian melihat Gie dan Idhan kejang-kejang, berteriak dan mengamuk. Herman sempat mencoba menolong dengan napas buatan, tapi gagal.

Musibah kematian Gie di puncak Semeru sempat membuat teman-temannya bingung mencari alat transportasi untuk membawa jenazah Gie ke Jakarta. Tiba-tiba sebuah pesawat Antonov milik AURI mendarat di Malang. Pesawat itu sedang berpatroli rutin di Laut Selatan Jawa, Begitu mendengar kabar kematian Gie, Menteri Perhubungan saat itu Frans Seda memerintahkan pesawat berbelok ke Malang. “Saat jenasah masuk ke pesawat, seluruh awak kabin memberi penghormatan militer. Mereka kenal Gie!, kata Badil.

Jenasah Gie semula dimakamkan di Menteng Pulo. Namun pada 24 Desember 1969, dia dipindahkan ke Pekuburan Kober Tanah Abang agar dekat dengan kediaman ibunya. Dua tahun kemudian, kuburannya kena gusur proyek pembangunan prasasti. Keluarga dan teman-temannya, memutuskan menumbuk sisa-sisa tulang belulang Gie.

“Serbuknya kami tebar di antara bunga-bunga Edelweiss di lembah Mandalawangi di Puncak Pangrango. Di tempat itu Gie biasa merenung seperti patung, kata Rudy Badil.

Selasa, 12 Oktober 2010

Mistery Pendaki Pertama Mt. Everest

Awal tahun 2004 ini kembali muncul perdebatan mengenai First Climber on Everest. Apakah betul George Leigh Mallory (38) dan Andrew “Sandy” Irvine (22) telah mencapai puncak Everest pada Expedisi tahun 1924 itu.? Dua puluh delapan tahun lebih awal dari pendakian Sir Edmund Hillary bersama Tenzing Norgay yang saat ini masih tercatat sebagai pendaki Everest pertama (1953). Saya sendiri selama 3 tahun ini selalu menceri berita paling akhir mengenai keputusan final yang mungkin bisa merubah catatan sejarah pendakian manusia di puncak tertinggi dunia itu.
George Leigh Mallory memimpin team ketiga dari Inggris Raya bersama partnernya Irvine dan photographer Noel Odell pada 6 Juni 1924 berlabel nama The British Expedition 1924. Dengan membawa botol oxygen Asparratus cadangan mereka mendaki di musim moonson yang terkenal sangat berbahaya. Setelah dua hari pendakian, Odell yang memang tinggal di base tertinggi sempat melihat mereka mendaki pada sisi utara Everest, tapi pandangannya lalu terhalang awan dan cuaca yang selalu berubah-ubah. Itulah saat terakhir mereka terlihat hingga akhirnya hilang di telan salju abadi Everest.
75 tahun kemudian tepatnya ditahun 1999, Thom Pollard dari Everests Speakers Bureau mencoba memaparkan bukti-bukti kuat yang didapat dari Mallory & Irvine Research Expedition (MIRE 1999) dan meneliti posisi terakhir saat duo Pendaki Inggris tersebut hilang. Sejumlah geologist, ahli sejarah, pendaki serta sherpa terbaik turut tergabung dalam misi ini.
Jenazah Mallory ditemukan pada ketinggian diatas 27.000 kaki, membeku di bebatuan beberapa ratus meter sebelum puncak dari jalur utara. Di sekitarnya terdapat peralatan lain seperti Vest Pocket Camera (Kodak), Altimeter, Jam tangan, Pisau, Tali panjat, Botol oxygen dan Kacamata salju. Semua benda itu dikumpulkan lalu dianalisa secara teliti, sayangnya Team MIRE ini tidak menemukan rol film yang telah digunakan karena diduga Mallory terjatuh saat pendakian turun hingga mengalami patah tungkai kaki dan luka dikepala. Bukti kuat lainnya adalah kapak es milik Irvine yang ditemukan tahun 1933 serta beberapa kertas memo untuk Capt. Noel Odell, rekan satu teamnya yang terakhir melihat Mallory dan masih hidup sekarang. Melihat buku catatan pribadi yang masih utuh disaku Mallory, para peneliti semakin yakin bahwa Mallory telah menaruh foto istrinya Ruth setelah mencapai puncak seperti yang dituturkan sebelumnya kepada Odell, namun posisi ditemukannya Mallory yang tetap dirahasiakan.
Ekspedisi besar ini, akhirnya menjawab misteri pendaki pertama Everest serta pengakuan langsung bagi pendaki sekaliber Mallory. Eric Simonson Team Leader MIRE 1999 mengatakan “Mallory can from this day forward rest in peace” disertai senyum mengembang tanda keberhasilan Teamnya..
Seperti menjadi jawaban dari legenda kata2 Mallory “Because it’s there.. “